Senin, 26 Maret 2012

Mengungkap Potret Buram Sejarah PKI

Tulisan ini sudah pernah di terbitkan Kotan Harian Bernas Jogja 


Meletusnya tragedi berdarah paling mengerikan dalam lembaran sejarah Indonesia yang mengakibatkan hilangnya jutaan nyawa samapai sekarang masih menjadi kontroversi yangt semakin melebar. Tragedi yang sering disebut Pemeberontakan Gerakan 30 September 1965 (G-30-S) masih belum jelas siapa dalang dibalik tragedi itu.
Setiap kali membaca sejarah G-30-S, semua memusatkan pada Partai Komunis Indonesia (PKI), yang menjadi terdakwa sebagai dalangnya. Mungkin kita akan skeptis, merasa heran dan terkejut, ketiaka ada sebuah analisis gerak sejarah, serta sisipan analisis dan data yang tergolong baru dan langka, bahkan tidak kita temukan dalam discourse dan wacana “resmi ” yang kita nikmati selama ini, yang menagtakan bahwa dalang dalam tragedi berdarah sebenarnya bukan PKI.
Selama ini buku-buku sejarah versi Orde Baru (Orba) yang dikonsumsi generasi sekarang ini lebih menonjolkan PKI sebagai pembunuh berdarah dingin dan memojokkan PKI sebagai dalang dalam peristiwa-peristiwa berdarah di negeri ini. Hal tersebut diperparah dengan “buku bodoh” hasil dari rekayasa politik Orde Baru dan “ film bodoh dan membodohkan Penghianatan G-30-S/PKI ” yang ditayangkan setahun sekali dalam rangka meracuni, menipu, dan membodohi generasi bangsa.
Stigmatisasi batapa jahatnya “ orang PKI ” sudah sering kita dengar, mulai klaim tentang PKI yang tidak percaya pada Tuhan, anti agama, pemberontak, dan tidak bermoral sudah menjadi hal yang sudah lazim kita dengar, seakan-akan memang itulah fakta dilapangan yang sebenarnya, bahkan stigma tersebut dianggap sebuah kebenaran sejarah yang tunggal.
Sesungguhnya, semua orang tahu dan sadar apa yang sebenarnya telah terjadi pada peristiwa perlawanan dan tragedi berdarah tersebut, baik yang terjadi disekitarnya maupun atau yang dialami sendiri. Akan tetapi mereka memilih untuk membisu atau bahkan memilih untuk tidak tahu menahu selamanya demi keselamatan jiwanya. lebih mengerikan lagi, sejak berakhirnya peristiwa G-30-S/1965 anggota PKI maupun simpatisan sampai pada keturunannya, diperlakukan sampai batas-batas kemanusiaan, diculik, dibunuh, ditangkap kemudian ditahan yanpa proses hukum yang jelas, dicabut hak-hak sipil dan kewarganegaraanya, dan diperlakukan diskriminatif dan semua itu terus berlangsung sampai sekarang.
Kalau kita melihat sejarah membaca ulang berdirinya PKI, tidak sejahat apa yang tertulis dalam lembar suram buku sejarah selama ini. Lahirnya PKI, tidaklah berangkat dari ruang yang kosong, artinya  pengaruh dan perkembangan PKI, tidak lain merupakan bentuk radikal dari Gerakan Perlawanan bangsa Indonesia untuk mendapatkan haknya yang telah dirampas oleh penguasa.
Pembacaan ulang terhadap munculnya perlawanan-perlawanan bangsa Indonesia, mulai dari pemberontakan PKI 1926, Peristiwa Madiun 1948, dan G-30-S 1965, dari beberapa sisi mungkin sudah tidak asing kita baca di buku-buku sejarah nasional Indodnesia selama ini, akan tetapi ada beberapa sisi bahkan banyak diantaranya yang kadang belum kita ketahui, bahkan belum pernah kita ketahui sebelumya.
Tragedi berdarah G-30-S yang belum ada titik penyelesainya, menjadi titik sentral pengungkapan sejarah tentang G-30-S terbatas pada seputar memperdebatkan apakah PKI benar-benar terlibat atau tidak, CIA terlibat atau tidak, Bung Karno terlibat atau tidak, rekayasa TNI Angkatan Darat dan Soeharto atau bukan. Hemat penulis, yang dijadikan bahan pengungkapan terjadinya tragedi berdarah tersebut hanyalah permasalahan politik atau peristiwa Perlawanan PKI hanyalah peristiwa yang bermuatan politik. Kekerasa politik yang dilakukan Orba memonopoli kebenaran sejarah adalah peristiwa yang paling mengerikan di dunia, demi melanggengkan kekuasaannya dan sebagai alat represifitasnya menggulingakan lawan politiknya.
Sehingga sejarah versi Orde Baru yang berhubugan dengan peristiwa berdarah yang merenggut jutaan nyawa itu, dipaksakan merasuki alam pikiran rakyat dan diyakini sebagai kebenaran yang tunggal. Sungguh sangat menyedihkan, akibat dari karupsi sejarah demi kepentingan kekuasaan politik, dari generasi ke generasi rakyat menjadi korban amnesia sejarah yang sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan berneagara.
Lembaran sejarah tidak lain dari propaganda pihak pemenang untuk menjatuhkan lawan. Karena itu, peristiwa peristiwa pemberontakan yang terjadi, istilah yang digunakan dan sering bermunculan adalah istilah politik, seperti ganyang PKI, pemberontakan untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah, adili soekarno dan lain sebagainya. Lebih-lebih jargon-jargon yang terus dihembuskan tersebut, secara bertahap telah membangun citra kebencian masyrakat terhadap PKI atau yang di PKI-kan. Sehingga, demi mendukung kepentingan kekuasaan politik, sejarah ditutup-tutupi atau tidak jujur terhadap sejarah, fakta sejarah yang benar-benar terjadi hanylah menjadi dongeng yang seakan-akan fiktif belaka.
Mengungkap sejarah yang sebenarnay sangat diharapkan oleh generasi sekarang, dengan begitu sejarah akan benar-benar menjadi pelita dimasa depan, agar kita sadar bahwa dengan sejarah akan memeberi keseimbangan dalam berfikir dan kearifan bertindak, untuk kini dan masa depan dengan mempelajari dan memahami sejarah, kita dapat pelajaran moral dari padanya.
*Penulis Redaktur majalah Geger (Gerbong Gerakan Rakyat), Yogyakarta

Tidak ada komentar: