Sabtu, 14 April 2012

Mencegah Konflik Sosial

Munculnya berbagai tindak kerusuhan dan tindakan anarkis akhir-akhir ini justru telah  disemangati oleh api reformasi yang diterjemahkan secara ”membabi buta” yang terwujud sebagai euforia demokrasi  Jika dirinci beberapa faktor  penyebab timbulnya konflik antaretnik dan antaragama di Indonesia itu antara lain: ketegasan identitas kelompok, derajat kohesi dan mobilisasi kelompok, kontrol  represif oleh kelompok-kelompok dominan.
Di berbagai daerah timbul konflik, bahkan kerap konflik tersebut bermuara pada persinggungan agama. Persoalan ini semakin krusial karena terdapat serangkaian kondisi sosial yang menyuburkan konflik, sehingga kebersamaan dalam membangun negeri ini menghadapi tantangan. Selain itu, kebanggaan terhadap kerukunan yang dirasakan selama bertahun-tahun mengalami degradasi, bahkan menimbulkan kecemasan terjadinya disintegrasi.

Sebenarnya kecenderungan disintegrasi bukan karena faktor ideologi dan agama. Persoalan ini lebih didorong oleh faktor yang sangat kompleks. Masalah ketidak adilan di bidang ekonomi, politik, sosial, agama, budaya dan hukum.
Selain itu ketegangan-ketegangan primordial yang kurang terjembatani dalam jangka waktu yang lama, otokrasi pemerintahan, keteladanan para pemimpin politik, agama dan masyarakat yang semakin merosot. Oleh karena itu perlu ada upaya serius dalam mencari solusi mencegah terjadinyaperselisiha, hingga mengancam kerukunan antara uamat beragama.
Konsep kerukunan antarumat beragama  pernah di rumuskan dan di tetapkan oleh pemerintah orde baru dengan melibatkan semua tokoh agama-agama yang ada di Indonesia. Selama masa orba relatif tidak ada konflik antar pemeluk agama yang berbeda. Mungkin orang mengira bahwa itu merupakan keberhasilan menerapkan konsep kerukunan. namun ketika di Ambon, Aceh, Kupang dan berbagai daerah lainnya terjadi berbagai kerusuhan dan tindak kekerasan yang berbau agama, konsep kerukunan antarumat beragama mulai di pertanyakan dan pada saat orde baru yang ditekankan penguasa ialah pada stabilitas nasional dan demi berelangsungnya pembangunan nasional yang lebih di tekankan pada pendekatan keamanan. Meminimalisasi dan mengeliminasi konflik sosial, pendekatan represif atau keamanan tidaklah tepat.
Salah satu bagian dari kerukunan antar umat beragama adalah perlu di dilakukannya dialog antar agama. Agar komuniukatif dan terhindar dari perdebatan teologis antar pemeluk agama, maka pesan-pesan agama yang sudah di interpretasikan selaras dengan universalitas kemanisiaan menjadi mudal terciptanya dialog yang harmonis. Agar kerukunan hidup antar umat beragama menjadi etika dalam pergaulan kehidupan beragama.
Seain itu beberapa alternatif solusi yang dapat ditempuh antara lain, perlunya pemahaman dan penerimaan keanekaragaman secara realistis yang harus di pahami, langkah pembauran dan integrasi semua etnis dalam kehidupan masyarakat, mengelola berbagai perbedaan dalam masyarakat Indonesia yang pluralistik  menjadi potensi dalam pembangunan bangsa indonesia, peningkatan kemampuan menginterpretasikan dan mengkomunikasikan ajaran agama dengan arif dari setiap pemuka agama, pentingnya sikap keteladanan para pemimpin agama dalam berinteraksi dengan kaum agama lain.
Kebesaran kebudayaan bangsa, terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keanekaragaman kebudayaan dalam sebuah kebangsaan dengan suatu ikatan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi. Demokrasi menjadi sebuah ideologi yang menjadi pedoman hidup mendasar bagi kebersamaan yang sederajat; dan sebuah pedoman yang praktikal dalam menghadapi kehidupan nyata sehari-hari. Dalam prinsip demokrasi ini, penekanan hak ada pada individu dan bukannya pada kelompok-kelompok etnis atau keagamaan, sehingga sebuah bangsa yang dibangun atas kekuatan dan kemampuan individu-individu; bukannya berdasarkan pada kekuasaan kelompok-kelompok sukubangsa atau keyakinan agama.
Dengan keyakinan semacam itu secara perlahan-lahan apa yang di idealkan sebagai negara beretika agama –bukan teokrasi— akan menjadi sebuah kenyataan, karena masyarakatnya tidak lagi terkotak-kotakkan atas sentimen agama tertentu, yang selanjutnya umat beragama diharapkan mampu membangun sebuah tradisi wacana keagamaan yang menghargai kehadiran setiap agama dan bisa menghadirkan wacana agama secara toleran dan transformative.

Tidak ada komentar: